Dulu aku paling benci merasa sakit. Aku berharap untuk tidak pernah merasakannya. Aku benci menangis. Aku akan menghindari semua yang bisa buat aku menangis. Saat sahabatku bertanya apakah aku mencintai kekasihku, ku jawab, "tidak". Dia pun bingung dan bertanya alasan ku, ku bilang "Aku tak percaya cinta, aku tak pernah merasakannya." Dia bilang aku pengecut, tidak berani merasa seperti manusia.
Aku mencoba bertanya, bagaimana rasanya, bagaimana rasanya cinta ? Bagaimana rasanya sakit ? Satu-satunya cara untuk tahu adalah dengan merasakannya.
Sekarang aku sadar. Karena aku manusia. Manusia memang punya rasa. Saat ini aku berusaha jadi pemberani. Berani untuk merasakan walaupun sakit. Berani untuk mencintai walaupun nanti akan menangis. Karna aku yakin, aku manusia.
Aku dulu pernah berfikir kalau cinta itu variabel dan dalam perhitungan kehidupanku aku tidak membutuhkannya. Maka, aku cari cara untuk mengeliminasinya. Meskipun caranya sangat rumit.
ReplyDeleteMenjadi penyendiri dan merasa dapat berdiri sendiri. Egois dan sedikit antisosial.
Tapi, cinta lebih dari itu. Dia adalah perhitungan itu sendiri dan ternyata lebih rumit lagi. Aku sepakat kalau akhirnya aku butuh penolong untuk menyelesaikannya.
"Hasbunallah wa ni'mal wakiil" kata seorang teman. Cukuplah Tuhan menjadi penolong kita...
Sekarang aku sedang "terjebak" menghitung-hitung cinta pada-Nya.